Kamis, 11 Juni 2009

DPR: Pajak Rokok Diputuskan 15%

INILAH.COM, Jakarta – DPR memutuskan kisaran penerapan pajak rokok antara 10-15% dari cukai rokok. Pajak tersebut menjadi hak Pemprov dan pemkab/pemkot yang berlaku pada 1 Januari 2014.
Hal itu dikatakan Ketua Pansus RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Harry Ashar Azis di Jakarta, Selasa (2/6). “Jadi Menkeu dapat menetapkan pajak rokok pada kisaran tersebut dengan pertimbangan Mendagri,” katanya.
Dengan kisaran tersebut maka aturan lainnya yang menyangkut pajak rokok dapat diselesaikan sebelum masa reses. Namun tata cara pemungutan akan dirumuskan dalam peraturan daerah.
Dia mencontohkan, jika Menkeu memutuskan pajak rokok 10 persen berarti seluruh rokok akan dipajaki sebesar ini dari cukai rokoknya. Bila harga rokok Rp10.000 per bungkus lalu kutipan cukainya 50 persen, berarti terkena pajak rokok 10 persen dari Rp5.000. "Rp500 ini yang masuk ke daerah," kata Harry.
Penerimaan dari hasil pajak rokok tersebut akan dibagi 30 persen untuk provinsi dan 70 persen kepada Kabupaten/Kota. Selanjutnya mereka harus menyisihkan 50 persen dari jatah penerimaan tersebut untuk penanganan kesehatan dan penegakan hukum.[hid]

sumber : inilah.com

Jumat, 05 Juni 2009

Stimulus Fiskal 2010 Bisa Capai Rp50 Triliun

JAKARTA-MI Pemerintah menyatakan nilai stimulus fiskal Indonesia pada 2010 bisa mencapai angka Rp50 triliun. Namun baru stimulus perpajakan senilai Rp40 triliun yang sudah pasti dikucurkan sementara sisanya masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut. Hal ini dikatakan Menteri Keuangan sekaligus Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu malam (3/6). "Angka stimulus fiskal 2010 adalah Rp50 triliun, sementara untuk perpajakan Rp40 triliun berupa penurunan PPh Badan, dan lainnya," ujarnya. Namun menurut Menkeu selain stimulus pemotongan pajak, angka lainnya sangat tentatif. Bisa saja belanja stimulus di 2010 nilainya sama dengan tahun 2009 yakni Rp12,2 triliun. Namun bisa juga lebih tinggi ataupun lebih rendah dari angka tersebut. "Ini kan masih merupakan aspirasi Komisi XI agar stimulus ini diteruskan. Kalau di luar seperti yang sudah diputuskan RUU PPh itu tadi penurunan tarif pajak kan sudah masuk, jadi pasti otomatis itu masuk ke APBN 2010. Tapi yang lain kan masih tentatif apakah Rp12 triliun akan tetap, atau lebih banyak, atau lebih kecil nanti sangat tergantung pada keseluruhan postur keseluruhan APBN-nya. Rupanya harga minyak masih bergerak juga, jadi tunggu aja deh tanggal mainnya," kata Menkeu. Di tempat yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu mengatakan dari Rp50 triliun tersebut, sebanyak Rp10 triliun sisanya merupakan stimulus berupa belanja. "Rp40 triliun itu berupa tax cut, yang sudah ada di UU PPh seperti insentif PPh masuk bursa, dan juga berupa BM-DTP (Bea Masuk Ditanggung Pemerintah)," paparnya. Karena ada pembiayaan stimulus belanja Rp10 triliun ini, nilai defisit anggaran bisa diperlebar menjadi 1,5% dari PDB atau nominalnya adalah sebesar Rp93 triliun. "Itu pilihan yang kita berikan ke DPR, jika defisit dinaikkan dari 1,3% menjadi 1,5%, maka nilai stimulus belanja bisa dinaikkan dari rencana semula sekitar Rp6,1 triliun," tukas Anggito.(Tup/OL-7)

sumber: mediaindonesia.com

Pajak Ganda Rokok Rugikan Petani Tembakau dan Cengkih

JAKARTA--MI: Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) menilai upaya pengenaan pajak rokok dalam Rencana Undang-undang Pajak Daerah dan retribusi daerah (RUUPD) dampaknya akan lebih banyak merugikan petani tembakau dan petani cengkeh. Ketua KTNA Winarno Tohir di Jakarta, Jumat (5/6) mengatakan saat ini penjualan rokok telah dikenai cukai rokok namun untuk meningkatkan pendapatan daerah barang tersebut kembali diberi pajak rokok. Saat ini, tambahnya, panitia kerja (Panja) DPR RI sedang melakukan pembahasan terhadap RUUPD tersebut yang di dalamnya akan memasukkan pajak rokok. "Pajak tambahan tersebut mengakibatan harga jual rokok lebih tinggi sehingga menimbulkan penurunan volume penjualan, akibatnya permintaan dan kebutuhan atas tanaman tembakau serta cengkeh juga turun," katanya. Akibat selanjutnya, tambahnya, akan menurunkan harga tembakau maupun cengkeh secara drastis. Dengan demikian jika pajak atas rokok diterapkan dalam RUU Pajak Daerah, lanjutnya, bukan hanya petani tembakau dan cengkeh yang mengalami kesulitan namun juga tenaga kerja pabrik rokok terancam PHK. Setelah dilakukan perubahan terhadap UU no 34 tahun 2000 pada pasal 2 dinyatakaan, selain pajak kendaraan bermotor dan pajak air permukaan juga ditambah opsi PPn (Pajak Penjualan) atas jasa telepon dan opsi atas cukai rokok atau pajak ganda atau tambahan. Menurut dia, pemerintah maupun DPR seharusnya tidak mengorbankan kesejahteraan petani dan buruh jika hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah. Winarno menyatakan, sebaiknya RUU tersebut tidak dilakukan perubahan dimana pajak provinsi terdiri dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama, pajak bahan bakar dan pajak pengambilan pemanfaatan ari bawah tanah dan air permukaan. "Oleh karena itu KTNA menyatakan penolakan terhadap pajak rokok yang merupakan pajak ganda dalam RUU Pajak Daerah," katanya. (Ant/OL-06)

Sumber: mediaindonesia.com

Rabu, 03 Juni 2009

The regional tax bill means higher taxes on cigarettes

Despite their objections, cigarette makers are almost certain to be subject to an additional tax charged under a provision of the bill on regional tax and tax refunds, whose deliberation is now nearing completion in the House of Representatives.
Lawmaker Harry Azhar, who heads the House of Representatives’ special committee overseeing the bill, said the bill would allow regional governments where the cigarette producers are located to charge an extra tax, in addition to regular and excise taxes imposed by the central government.
While the additional tax — one of the most contentious issues during the bill’s deliberation — has been agreed in principle, the rate to be charged has not yet been agreed among legislators and government representatives on the committee, Harry said on Saturday.
“Basically we have finalized most issues in the bill, but that does not include the tax rate on cigarettes [for regional governments].”
“The government is still of the opinion the rate should be 10 percent, while we insist on 25 percent of the product’s selling price,” he said, adding that deliberations would continue later this week.
All sides, according to Harry, have agreed that 50 percent of the tax levied would be for the province and the remaining 50 percent for regencies and municipalities.
A 10 percent regional tax, would generate proceeds up to Rp 5 trillion [about US$480 million per year] levied to boost regional budgets for healthcare and for infrastructure development.
The bill is designed not only to bolster regional government coffers, but aims also to strike a balance between the growth of the industry and the health concerns arising from cigarettes.
One of the main reasons for Indonesia’s high number of smokers and the amount of cigarettes purchased is their low prices relative to other countries which impose high taxes. The bill seeks to bring Indonesia into line, Harry claimed.
“All these taxes could eventually [help] minimize the number of people addicted to cigarettes. High taxes mean high selling prices for cigarette, so customers will think twice,” Harry said.
He pointed to the example of much stricter regulations in Thailand where the cumulative taxes on cigarettes have reached about 80 percent of the selling prices.
The cigarette makers however see it differently, claiming that a new tax will only add a burden to the companies despite them already being subject to regular excise taxes by the central government, while at the same time they could not increase their product’s selling prices pro rata to new taxes given the tough present economic conditions.
“This will double taxes and will burden us even more because we have already paid tax,” Niken Rachmad, communications director at PT HM Sampoerna, the country’s largest cigarette maker by volume, said last week.
Niken said Sampoerna is yet to decide whether to increase cigarette prices accordingly if and when the proposed new taxes takes effect.
Aside from Sampoerna, the country also houses other renowned giant tobacco companies; PT Gudang Garam, PT Djarum, PT Nojorono, PT Bentoel, and PT British American Tobacco (BAT) Indonesia.
Harry stressed it was never the intention of the country to kill off the cigarette industry, which contributes significant tax revenue to state coffers in addition to employing tens of thousands of workers.
“That’s why while the deliberation of the bill will soon be completed and endorsed, the regional tax will only be applicable [starting in] in December 2013 to provide the industry with a transition [period] to make necessary adjustments.” (naf)

Sumber: thejakartapost.com